Ada yang lain lhooo

Selasa, 05 Februari 2013

POLISEMI


A.    LATAR BELAKANG
Sudah kita ketahui dalam pembicaraan tentang bentuk-bentuk kekaburan dalam makna, kata itu mempunyai sejumlah segi yang berbeda-beda sesuai dengan konteks tempat kata itu digunakan. Sebagian dari segi ini mungkin bersifat sementara, tetapi seabgian lagi bisa berkembang menjadi perbedaan makan yang permanen, dan karena senjang antara segi-segi yang berbeda ini melebar, maka kadang-kadang orang dapat memandangnya sebagai dua makna yang dibedakan secara sistematis, tetapi di dalam kenyataan sebenarnya tingkat-tingkat itu saling berkaitan.
Dalam hal ini akan dibahasa tentang polisemi yang dikaji secara semantik berdasarkan makna yang dihasilkan oleh kata yang (1) pergeseran penggunaan; (2) spesialisasi dalam lingkungan sosial; (3) bahasa figuratif; (4) penafsiran kembali pasangan homonim; dan (5) pengaruh asing.
B.     PEMBAHASAN
1.      Pengertian
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, polisemi diartikan sebagai bentuk bahasa (kata, frasa, dsb) yg mempunyai makna lebih dr satu. Sumarsono (2007: 41) menyatakan jika polisemi adalah sebuah bentuk kebahasaan yang memiliki berbagai macam makna. Perbedaan antara makna yang satu dengan yang lain daoat ditelusuri atau dirunut sehingga sampai pada suatu kesimpulan bahwa makan-makna itu berasal dari sumber yang sama. Sama dengan pendapat sebelumnya Allan dalam Sumarsono (2007:41) menyatakan ”polisemy is the property od an emic expression with more that one meaning.” Yang artinya polisemi sebagai unsur emik yang memiliki dua makna atau lebih. Ullmann menyatakan dalam buku Sumarsono (2007:41) bahwa polisemi merupakan elemen  bahasa yang penting. Adanya polisemi membuat kosakata dalam suatu bahasa menjadi terbatas karena sejumlah konsep tidak harus diungkapkan dengan butir-butir leksikal yang berbeda, tetapi dengan butir leksikal yang sama atas dasar berbagai persamaan.
Dari berbagai pendapat di atas dapat kita simpulkan, polisemi merupakan bentuk bahasa yang memiliki makna lebih dari satu, makna tersebut berasal dari sumber yang sama. Sebagai contoh, dengan konsep kesamaan makna ‘kecil’, kata anak yang memiliki makna primer ‘generasi keturunan pertama’ memiliki polisemi sebagai berkut.




 








Bagan Ullmann dalam Sumarsono (2007:44)
2.      Faktor-Faktor Munculnya Polisemi
2.1 Pergeseran Pemakaian
Polisemi sebagai ciri fundamental bahasa manusia muncul karena berbagai faktor. Faktor yang pertama yaitu pergeseran pemakaian. Luasnya pemakaian bahasa menyebabkan yang digunakan oleh manusia menyebabkan pergeseran makna. Pergeseran itu jika belum begitu jauh memungkinkan untuk diruntut makna primer dengan makna yang baru. Namun jika sebaliknya jarak pergeseran yang jauh akan menyulitkan penyebab pergeserannya. Menurut Ullman dalam Sumarsono (2007:45) kemungkinan jika itu terjadi—pergeseran yang sulit diruntut penyebab pergeserannya—akan menjadi pasangan yang berhomonim.
Pergeseran penggunaan (aplikasi) terutama tampak mencolok dalam penggunaan adjektiva karena adjektiva ini cenderung berubah maknanya sesuai dengan nomina yang diterangkan. Dalam bahasa Indonesia dapat ditemukan polisemi pada semua jenis kata. Contohnya yang diambil dari KBBI:
lanjut (adjektiva):
1)      panjang (tentang cerita, percakapan);
2)      lama, tinggi (tentang umur);
3)      terus, tidak berhenti, masih bersambung;
4)      telah jauh dari permulaan;
barang (nomina):
1)      benda umum (segala sesuatu yang berwujud);
2)      segala alat perkakas rumah, perhiasan, dsb;
3)      bagasi, muatan;
4)      sesuatu, segala sesuatu;
5)      sesuatu yang biasa saja;
membawa (verba):
1)      memegang (mengandung, mengangkat, dsb) sambil berjalan;
2)      mengangkat, memuat, memindahkan, mengirimkan;
3)      mengajak pergi, memimpin;
4)      mendatangkan, mengakibatkan.
            Kata padat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki makna sangat penuh hingga tidak berongga; padu; mampat; pejal. Namun karena pergeseran pemakaian memungkinkan terjadinya makna yang berbeda-beda, yakni:
1)     sudah tetap hatinya seperti dalam sudah padat hatinya.
2)     Telah mendapat kata sepakat seperti dalam rundingan telah padat.
3)     tidak ada waktu luang; berhimpitan sehingga tidak ada waktu sela seperti dalam acaranya padat sekali seminggu ini.
4)     mempunyai isi dan bentuk yang tetap (tidak cair dan tidak berupa gas) seperti dalam batu, besi dan sebagainya merupakan benda padat.
Perbedaan makna padat dalam contoh-contoh di atas masih relatif dekat dengan makna primernya, tetapi kata sunting makna primernya ialah menyiapkan naskah siap cetak atau siap terbit dengan memperhatikan segi sistematika penyajian, isi, dan bahasa (menyangkut ejaan, diksi, dan struktur kalimat). Sedangkan makna sekundernya ialah ‘meminang untuk tujuan memperistri’.
Pergeseran makna dalam penggunaan merupakan pelaku utama di belakang banyaknya jumlah makna. Dengan penggunaan kias yang menjadi faktor utama penyumbang yang penting.
2.2  spesialisasi dalam Lingkungan Sosial
wilayah kehidupan atau wilayah sosial seringkali memiliki kata-kata yang maknanya khas yang berbeda dengan makna sebenarnya. Penggunaan kata bisa berbeda jika kita berada pada suatu wilayah atau lingkungan kita, misalnya saja jika kita berada pada lingkungan polisi. Kata operasi bukanlah hal yang berhubungan dengan rumah sakit, ruangan untuk mengobati luka yang sulit ditangani, melainkan makna kata operasi ini adalah pekerjaan yang berhubungan dengan polisi. Bisa saja melakukan razia, operasi zebra, dan lain sebagainya tanpa ada penjelasan lebih lanjut.
Hal ini dikarenakan kebiasaan dan karena pengaruh lingkungan. Makna bisa berubah maknanya dari makna yang biasa digunakan sehari-hari menjadi makna yang berupa sandi-sandi yang hanya orang di wilayah dan lingkungan tertentu yang akan paham tanpa penjelasan lebih lanjut dan rinci.
Seperti yang ada pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata kali bisa berubah makna dan artinya. Makna yang sebernarnya adalah ‘kata yang menyatakan kekerapan tindakan’, bisa berubah seperti ini:
ka·li [1] n 1 kata untuk menyatakan kekerapan tindakan: dalam satu minggu ini, dia sudah empat kali datang ke rumahku;
2 kata untuk menyatakan kelipatan atau perbandingan (ukuran, harga, dsb): harga barang kebutuhan pokok pada tahun ini dua kali lebih mahal daripada harga pada tahun yang lalu;
3 kata untuk menyatakan salah satu waktu terjadinya peristiwa yang merupakan bagian dari rangkaian peristiwa yang pernah dan masih akan terus terjadi: untuk kali ini ia kena batunya;
4 kata untuk menyatakan perbanyakan atau pergandaan: dua kali  dua sama dengan empat;

2.3  Bahasa Figuratif (kiasan)
Sejumlah kata tidak hanya memiliki makna literal, tetapi memungkinkan pula memiliki makna kias atau figuratif yang pada akhirnya membentuk metafora-metafora. Metafora dan kias-kias lain sebagai faktor penting dalam motivasi dan dalam overtone emotif. Menurut Verhaar dalam Sumarsono (2007:48) menyatakan bahwa metafora terbentuk karena adanya penyimpangan penerapan makna kepada sesuatu referen yang lain. Penyimpangan makna ini tidak bersifar semena atau arbitrer, tetapi berdasarkan atas kesamaan tertentu. Seperti kesamaan sifat, bentuk, fungsi, tempat atau kombinasi di antaranya.
Sebuah kata dapat diberi dua atau lebih pengertian yang bersifat kias tanpa menghilangkan makna orisinalnya. Makna yang baru dan lama akan berdampingan selama tidak ada kekacauan makna. Dalam hal ini metafora-metafora ini memancar dari makna sentral kata itu. Misalnya kata mata dipakai untuk lingkup yang sangat luas di samping acuannya sebagai bagian dari organ tubuh.
ma·ta [1] n 1 indra untuk melihat; indra penglihat;
2 sesuatu yang menyerupai mata (seperti lubang kecil, jala): nenek mencoba memasukkan benang ke mata jarum;
3 bagian yang tajam pada alat pemotong (pada pisau, kapak, dsb):  mata pisau itu perlu dikikir supaya tajam;
4 sela antara dua baris (pada mistar, derajat, dsb);
5 tempat tumbuh tunas (pada dahan, ubi, dsb);
6 ki sesuatu yang menjadi pusat; yang di tengah-tengah benar:
7 yang terpenting (sumbu, pokok, dsb):  mata pencaharian penduduk desa itu bertani;

2.4  Penafsiran Kembali Pasangan Berhomonim
Dalam pembicaraan tentang etimologi populer kita sudah menyinggung bagawa polisemi juga bisa muncul melalui bentuk khusus etimologi populer itu. Jika terdapat dua kata yang memiliki bunyi yang identik dan perbedaan maknanya tidak begitu besar, kita cenderung untuk memandangnya sebagai dua kata dengan dua pengertian. Secara  historis ini masalah homonimi menurut I Dewa Putu. Dia menyatakan hal itu karena dua kata itu berasal dari dua kata yang berbeda.
Jenis polisemi ini memang sangat jarang ada dan sebagian besar contoh yang ada agak meragukan. Hanya dengan perhitungan statistik sajalah kita dapat menunjukkan apakah sebagian besar penutur benar-benar merasakan semacam hubungan antara dua makna itu.
2.5  Pengaruh Bahasa Asing
Masuknya konsep-konsep asing sering kali mengakibatkan perubahan makna kata-kata bahasa yang dipengaruhinya. Kadang-kadang makna pungut atau makna pinjaman itu mendesak kata yang lama. Tetapi dalam banyak hal, makna lama tetap hidup berdampingan dengan makna baru, dan muncullah polisemi.
Contohnya dalam bahasa Indonesia, kata ranjau yang bermakna primer ‘sebilah bambu yang ditajamkan untuk jebakan’ karena masuknya pengaruh asing, yakni bom, dan konsep ini tidak ada di dalam bahasa Indonesia, kata ranjau memiliki makna baru.

C.     KESIMPULAN
Polisemi dan homonimi masih membuat bingung para ahli bahasa. Konflik antara makna-makna yang besesuaian dari sebuah kata itu berlangsung terus sepanjang waktu dalam bahasa, meskipun kita tidak mungkin berbicara sebelumnya tentang bagaimana konflik itu akan dipecahkan. Seperti halnya kalimat yang terdapat pada surat kabar surya edisi 7 November, ‘United harus mewaspadai mesin gol SC Braga, Alan Silva, jika tak ingin menelan malu. Kata ‘menelan’ dan ‘malu’ merupakan kata yang memiliki makna yang jelas berbeda. Kata ‘menelan’ berarti ‘memasukkan (makanan) ke dalam pembuluh kerongkongan’. Kata menelan merupakan kata kerja atau verba. Sedangkan kata ‘malu’ memiliki makna ‘merasa sangat tidak enak hati (hina, rendah, dsb) karena berbuat sesuatu yang kurang baik (kurang benar, berbeda dengan kebiasaan, mempunyai cacat atau kekurangan, dsb)’. Kata ‘malu’ tidak ada hubungannya dengan sesuatu yang dapat dimakan. Sehingga kata ‘menelan’ merupakan polisemi karena memiliki makna baru yang menyimpang dari makna primernya. Yakni, kata ‘menelan’ pada kalimat di atas memiliki makna ‘merasakan’.

Daftar Rujukan

Wijana, I Dewa P, dan Rohmadi, M. 2008. Semantik Teori dan Analisis. Yogyakarta. Juma Pustaka.
Sumarsono. 2007. Pengantar Semantik. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Harian Surya. 2012. Ancaman Alan. Surabaya. Surabaya Tribun News.

2 komentar:

  1. Jika bahan kuliah itu bias di-print, bukan html, mungkin lebih baik, karena bias dibaca berulang-ulang. Mohon bias dibuat demikian.
    Thanks: AAY.

    BalasHapus
  2. SMS re: TUTON ini baru diterima pagi ini, sehingga saat ini adalah untuk pertama sekali saya browsing TUTON, sebelumnya masih kosong, apakah memang demikian (is it so,Sir/madam?).Very best wishes: AAY.

    BalasHapus