APRESIASI PUISI ANTOLOGI PUISI W IKHWAN
PURNAMA
Diajukan untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah Apresiasi Sastra
yang dibina oleh Dr.
Maryaeni M.Pd.
Oleh:
Danang
Febrianto
110211413101
UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
FAKULTAS SASTRA
JURUSAN SASTRA INDONESIA
DESEMBER 2012
A. Hakikat Apresiasi
Secara etimologis, apresiasi berasal dari bahasa Inggris appreciaton, kata itu berarti penghargaan, penilaian, pengertian,
bentuk itu berasal dari kata verja to
appreciate yang berarti menghargai, menilai, mengerti. Aminudin (1987:34)
mengemukakan bahwa apresiasi mengandung makna pengenalan melalui perasaan
atau kepekaan batin, dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang
diungkapkan pengarang. Apresiasi dikembangkan dengan menumbuhkan sikap sungguh-sungguh
dan melaksanakan kegiatan apresiasi sebagai bagian hidupnya dan sebagai
satu kebutuhan yang mampu memuaskan rohaniahnya
Apresiasi dalam suatu karya mempunyai tingkatan. Waluyo (2002:45) membagi
tingkatan apresiasi meliputi, (1)tingkat menggemari, (2)tingkat menikmati,
(3)tingkat mereaksi, dan (4)tingkat produktif. Pada tingkat menggemari
keterlibatan pembaca batinnya belum kuat. Pada tingkat menikmati, keterlibatan
batin pembaca terhadap karya sastra sudah semakin mendalam. Pada tingkat
mereaksi, sikap kiritis terhadap karya sastra semakin menonjol karena ia mampu
menafsirkan dengan seksama dan ia mampu menyatakan keindahan dan
menunjukkan dimana letak keindahan itu. Pada tingkat produktif, apresiator
puisi mampu menghasilkan, mengkritik, menghasilkan, mendeklamasikan, atau
membuat resensi terhadap puisi secara tertulis.
Untuk melakukan apresiasi khususnya apresiasi puisi, pemahaman mendalam tentang
apresiasi puisi memang perlu dilakukan. Agar tidak salah dalam melakukan
apresiasi puisi, konsep apresiasi perlu dipahami dengan cermat. Apresiasi puisi
terkait dengan sejumlah aktivitas yang berhubungan dengan puisi. Aktivitas yang
dimaksud dapat berupa kegiatan membaca dan mendengarkan pembacaan puisi melalui
penghayatan sungguh-sungguh (Waluyo, 2003: 19). Apresiasi merupakan pengalaman
lahirÃah dan batiniah yang kompleks (Ichsan, 1990: 10). Apresiasi seseorang
terhadap puisi dapat dikembangkan dari tingkat sederhana ke tingkat yang
tinggi. Apresiasi tingkat pertama terjadi apabila seseorang memahami atau
merasakan pengalaman yang ada dalam sebuah puisi. Apresiasi tingkat kedua
terjadi apabila daya intelektual pembaca bekerja lebih giat. Apresiasi tingkat
tiga, pembaca menyadari hubungan kerja sastra dengan dunia luarnya, sehingga pemahamannya
pun lebih luas dan mendalam.
Apresiasi puisi berkaitan dengan kegiatan yang ada sangkut pautnya dengan
puisi, yaitu mendengar atau membaca puisi dengan penghayatan yang
sungguh-sungguh, menulis puisi, dan mendeklamasikan. Kegiatan ini menyebabkan
seseorang memahami puisi secara mendalam, merasakan apa yang ditulis penyair,
mampu menyerap nilai-nilai yang terkandung didalam puisi, dan menghargai puisi
sebagai karya sastra seni keindahan dan kelemahan.
Kegiatan apresiasi puisi tidak dapat dilepaskan dari pemahaman struktur teks
puisi. Kegiatan mengapresiasi puisi dapat dilakukan dengan memahami struktur
teks yang membangun puisi. Dengan demikian, untuk mengenal, memahami, dan
menghargai puisi, dapat dilakukan dengan mengenal struktur bagian puisi
tersebut, baik menyangkut unsur isi maupun bentuk
1.
Pendekatan Ekspresif
Pendekatan ekspresif merupakan
pendekatan yang menitik beratkan pada pengekspresian luapan perasaan pengarang
yang dituangkan dalam karya sastra. Pendekatan ekspresif disebut juga
pendekatan emotif. Pendekatan ini sangat tepat digunakan
dalam pengapresiasian sastra secara reseptif. Hal ini dikarenakan
pendekatan tersebut memiliki tujuan yang hampir sama yaitu menitik
beratkan pada penikmatan, pemahaman serta pengkajian karya sastra.
Misalnya saja ketika kita sedang membaca puisi, Selama kita membaca puisi kita
secara tidak langsung melakukan proses
pengkajian terhadap unsur-unsur penyusun puisi yang sedang kita baca.
Setelah kita mengkaji unsur-unsur puisi tersebut, kita akan dapat memahami
maksud dari puisi tersebut, Apa pesan moral yang ingin
disampaikan pengarang yang terkandung dalam puisi tersebut, serta apa yang
bisa kita komentari dari puisi tersebut. Kemudian dari pemahaman yang terbentuk
dalam diri kita, Kita dapat menemukan titik keindahan dari puisi yang kita
baca. Secara rohaniah atau kejiwaan kita akan memperoleh kepuasaan batin atau
hiburan batin dari bentuk keindahan puisi yang kita dapatkan.
Perbedaan dari tiap pendekatan dapat kita tentukan dengan
cara memahami tujuan atau pengertian dari masing- masing pendekatan apresiasi
sastra. Untuk pendekatan emotif, pendekatan ini lebih menekan kan
pada penikmatan dalam hal mengindahkan karya sastra.
B.
Puisi yang
di apresiasi dengan pendekatan ekspresif
ANTARA
SEMANGGI – BUNDARAN HI
Aku
melihat,
Gerak
bayangmu dari balik sepatu lars
Lautan
manusia menangis, asap tumpahkan pedih
Desing
peluru, entah karet atau pembunuh
Percikan
cahaya tak padu ke mana arah
Menyentuh
langit, berpencar turun ke bumi
Aku
melihat,
Kau
bergerak melawan arah angin
Dari
balik pagar kampus Atma Jaya
Tubuhku
gemetar saksikan keberanianmu
Masuklah,
istirahatkan jiwamu yang lelah
Jangan
keluar lagi, berdoa saja agar segera terhenti
Aku
melihat,
Seraut
wajah pucat, tertunduk
Berjalan
gontai lalui kawat berduri
Ingin
ku hampiri, tak berdaya langkah terhenti
Antara
Semanggi dan Bundaran HI
Biarlah
tergores kenangan pada tugu selamat datang
Semanggi-Karet-Setiabudi. 1998
Puisi di atas bertemakan tentang tragedi demonstrasi pada
tahun 1998. Yaitu saat demo tentang penguasa orde baru yang dilakukan oleh
mahasiswa. Tema tersebut dapat kita ketahui dari bait pertama puisi tersebut.
Dalam bait puisi tersebut dituliskan ‘Gerak bayangmu
dari balik sepatu lars//Lautan
manusia menangis, asap tumpahkan pedih’,
yaitu banyak manusia yang berkerumun dengan pengawalan petugas dengan sepatu
lars yang identik dengan polisi.
Pada bait pertama,mengekspresikan bahwa penulis melihat
sosok di balik barisan penegak keamanan pada saat terjadi demonstrasi. Dia
melihat banyak orang yang menangis, asap yang mengepul ke angkasa. Sebuah
tembakan dari penegak keamanan yang menghamburkan massa ke segala penjuru.
Pada bait kedua, penulis merasa kagum dengan perjuangan
seorang demonstran. ‘Tubuhku gemetar
saksikan keberanianmu’. Dia melihat
seorang demonstran itu berlari melawan ‘arah angin’. Maksud dari ‘arah angin’
ini yaitu dia terlepas dari rombongan demonstran untuk berjuang menembus
barikade polisi dan kawat-kawat berduri. Berlari untuk menyampaikan aspirasi untuk
segera menghentikan kekuasaan orde baru, dan berharap kekuasaan orde baru
segera berakhir.
Bait ketiga merupakan puncak dari perjuangan seorang
demonstran yang berlari melawan ‘arah angin’. Penulis melihat demonstran yang
berjalan dengan wajah pucat dan tertunduk. ‘Seraut
wajah pucat, tertunduk’ artinya
perjuangan yang dia perjuangkan berakhir. Cita-cita para demonstran pada masa
itu telah kalah, perjuangan aspirasi masyrakat tentang kekuasaan orde baru
masih belum terselesaikan.
Amanat yang terkandung dari puisi di atas ialah, jika
kekuasaan dan kekuatan militer berkuasa, masyarakat kecil tidak sanggup melawan
meskipun dengan pengorbanan darah. Namun perjuangan harus tetap dilakukan demi
sebuah cita-cita yang lebih baik.
Puisi 2
ASMARA
DAN TRAGEDI SEMANGGI
Asmaraku
tumbuh
Bersama
pasta gigi di bawah alis matamu
Desing
peluru dan perihnya gas air mata
Lari
kau dalam kerumunan tiarapku
Terpesona
aku memandangi peluhmu
Asmaraku
tumbuh
Bersama
bom molotov dan batu batu berterbangan
Ribuan
manusia saling menghujat tak henti
Di
mana kau, ketika tentara memukuli anak bangsa?
Takutku
datang, kau hilang tak terpandang
Asmaraku
tumbuh
Menerobos
barikade mencari bayangmu
Cahaya
rembulan muncul perlahan
Revolusi
lenyapkan jejakmu di gelap malam
Lelahku
bersandar pada tameng yang garang
Asmaraku
tumbuh
Di
mana kau, saat Bendungan Hilir diam damai
Gerimis
sepi saksikan kesendirianku
Itu
bukan mimpi aku rindu padamu
Oh
asmara... ku tunggu kau di bawah jembatan Semanggi
Semanggi, 1998
Melihat dari tahun dan setelah membaca judul serta isi
puisi di atas, tema yang terdapat di dalamnya adalah upaya revolusi orde baru.
Dari ke empat bait yang terdapat pada puisi tersebut berceritakan tentang
demonstrasi. ‘Desing peluru dan
perihnya gas air mata//Lari
kau dalam kerumunan tiarapku’ seperti larik
puisi ini, yang menggambarkan suasana demonstrasi pada masa itu.
Asmara pada puisi di atas diibaratkan dengan harapan
perjuangan cita-cita revolusi yang akan dicapai. Yaitu, mereka masih berharap
untuk bisa melakukan revolusi pemerintahan orde baru yang telah berkuasa
terlalu lama.
Bait pertama puisi tersebut menceritakan demonstrasi pada
tahun 1998 itu terjadi pada pagi hari. ’Bersama pasta gigi di
bawah alis matamu//Desing
peluru dan perihnya gas air mata’
Bait kedua menceritakan tentang saat terjadi demonstrasi,
dimana batu-batu berternbangan. Menggambarkan suasana yang menegangkan. Namun
ada yang disesalkan oleh penulis, yaitu saat anak bangsa dengan sekuat
perjuangannya ingin menyampaikan aspirasi dan dipukuli oleh penegak keamanan,
penguasa sebagai pemimpin negara dan saat itu dipilih oleh rakyat tidak
berusaha melindungi rakyat yang telah memilihnya melaksanakan amanat rakyat.’
Di mana kau, ketika
tentara memukuli anak bangsa?//Takutku
datang, kau hilang tak terpandang’
Bait ketiga dan keempat dalam puisi Asmara dan Semanggi bercerita tentang akhir dari perjuangan
demonstrasi pada hari itu, dimana penulis masih merindukan sosok yang bisa
mengayomi rakyatnya, dan dia berharap keputusan tentang revolusi itu akan
segera terjadi saat dia masih bertahan dibawah jembatan Semanggi. ‘Oh asmara... ku tunggu kau di bawah jembatan
Semanggi’
Amanat yang bisa diambil dari puisi tersebut adalah
penguasa tak selamanya bisa berkuasa, mereka yang dipilih oleh rakyat harus bisa
menjaga dan melindungi serta mendengar aspirasi, jika hal itu untuk kebaikan.
Dan itulah yang dirindukan pada masa itu, atau mungkin juga sampai saat ini.
Puisi 3
BULAN
PADAHAL SATU
Bulan
padahal satu
Sorot
matanya saksikan setiap gerak
Menyebarkan
sinar ke sudut-sudut kota di bumi
Silaunya
masuk ke dalam jiwa, perih, pedih mengiris
Lingkaran
aurora mengitar melindungi dari awan kelam
Bulan
padahal satu
Yogyakarta
tenggelam berganti rintihan gerimis
Jakarta
bulat, menyala Januari purnama
Semarang
sabit, seperti arit gembala pembantai rumput
Kuta,
Denpasar, Sanur, aku tak tahu seusai bom
Bulan
padahal satu
Seringkali
dijadikan saksi remaja tersentuh asmara
Di
pinggir-pinggir danau, di sela-sela pepohonan
Menerobos,
menghujam, menyentuh jantung berdetak
Bulan
itu satu, menggantung tak bertiang
Slipi, 2003
Puisi berjudul Bulan Padahal Satu ini bertemakan
kepedihan tentang tragedi bom Bali pada tahun 2003 silam. ‘Kuta,
Denpasar, Sanur, aku tak tahu seusai bom’.
Pada baris ini, penulis menggambarkan cerita saat kota-kota besar di Bali di
bom.
Selain itu, pada bait pertama, kedua, dan ketiga selalu
ada kata-kata ‘bulan padahal satu’. yaitu mengibaratkan tentang sesuatu yang
menjadi acuan, petunjuk, maha tahu. Pada bait pertama ‘bulan’ diibaratkan
sebagai sang penguasa yang memiliki seluruh dunia. Yang mampu melihat seisi
kota di dunia. Pada bait kedua, kata ‘bulan’ mempunyai arti penunjuk waktu.
Yaitu bulan yang ada pada tahun yang menunjukkan terjadinya bom bali pada waktu
itu, pada waktu malam hari. Selanjutnya pada bait ketiga, ‘bulan’ merupakan
bulan yang ada dilangit, dan merupakan makna yang sebenarnya.
Amanat yang dapat diambil dari puisi tersebut ialah
kepedihan di sebuah tempat akan sama dirasakan walaupun berada pada tempat yang
berbeda. Karena kita semua berada pada satu tempat yang sama, yaitu dunia. Dan
dunia yang kita huni bersama ini memiliki bulan. Yaitu, benda yang selalu hadir
meskipun tak terlihat namun dia ada, sebagai penunjuk dan petunjuk.
Puisi ke 4
PERJALANAN
MALAM
Kita
bersama saat malam mulai menakutkan
Ribuan
manusia berlari mencari perlindungan
Ke
mana kita, sementara serdadu mengamuk membabi-buta
Hancurkan
segala bentuk demokrasi dan reformasi
Aku
menangis, Jakartaku lelah tak berbentuk
Siapa
di antara kita yang mampu
Meredam
segala amarah terpendam
Para
petinggi negara atau badut-badut kota?
Aku
merenung sejenak, menatap aspal penuh jejak darah
Kotoran
moral berserakan di mana-mana
Aku
menangis, Jakartaku porak poranda
Bulan
tenggelam, matahari terbit setengah hati
Selesai
sudah perjalanan malam kita
Banyak
luka sisa pertikaian hadapi terali jaman
Lanjutkan
langkah jangan terhenti
Aku
menangis bahagia, usai sudah penguasa Orba
Cendana-Salemba, 2000
Perjalanan malam, puisi ini menceritakan tentang tragedi
Salemba pada masa reformasi orde baru. Dimana Jakarta telah luluh lantah oleh
aksi para demonstran dan penegak kemanan. Dengan berbagai korban yang
berjatuhan akibat peristiwa itu. Sedangkan para petinggi yang seharusnya tidak
membiarkan ini terjadi malah diam dan tak berbuat apa-apa. Atau bahkan
menghilang dan bersembunyi. Atau acuh tak acuh.
Pada bait terakhir puisi di atas, menceritakan tentang
saat para demonstran telah berhasil mewujudkan cita-cita mereka bersama. Yaitu
melengserkan penguasa orde baru. ‘Aku menangis
bahagia, usai sudah penguasa Orba’.
Puisi di atas merupakan sebuah kritik sekaligus cerita
dan berita pada masa reformasi 1998. Saat penguasa orde baru sudah tidak lagi
menciptakan suasana yang harmonis. Namun, segala bentuk huru-hara harusnya tidak
lagi terjadi di masa sekarang. Karena korban akan terus berjatuhan. Oleh karena
itu, penguasa harusnya lebih bisa memahami dan mendengar aspirasi masyrakat
yang telah memilih mereka menjadi wakil dan pemimpin.
Puisi ke 5
TENGAH
MALAM DI PINGGIR SENDANG*
Mencari
sepijar kunang, mencium wangi kemuning
Lewat
bait keheningan, satu luka coba kusembuhkan
Semilir
angin mengiris, menyentuh tulang berselimut kelam
Ranting
kecil patah, lemas terkulai jatuh ke tanah
Sekelebat
bayanganmu masuk
menyergap pikiranku
Mengadu
pada rembulan, mengeluh selalu mengenang
Ruh
menerawang, mencari jejak setiap rangkaian kisah
Sedepa
demi sedepa, air menyisir menuju pesisir keruh berlumpur
Anganku
pun bergelayut, pada dahan gugur tak berdaun
Ah,
di mana pun kau bukakan
rangkuman masa lalu
Tengah
malam di pinggir Sendang Rawa kompeni
Sama
seperti tengah malam di tempat lainnya
Tak
pernah berbeda, semua menyayat sembilu
Karena
separuh nafasmu, selalu sertai ke mana langkahku pergi
Aku
letih, ingin tertidur lupakan mimpi
Tangerang, 2002
*Danau
Puisi
di atas merupakan puisi tentang cinta. Dari keseluruhan puisi menceritakan
tentang pengalaman penulis tentang cintanya kepada orang lain pada masa lalu
yang masih membekas di hati. ‘Lewat bait keheningan,
satu luka coba kusembuhkan’ maksud dari
baris tersebut yang terdapat pada bait pertama menceritakan jika penulis ingin
menyembuhkan luka yang telah dialaminya semasa lalu dengan orang yang dia cintai. Dipelukan dingin malam yang
menembus tulang, penulis menuliskan puisi ini dan kembali dia teringat oleh
sosok yang dia cintai.
Penggunaan
kata-kata yang memang penuh makna ini membuat puisi ini berbobot. Rangkaian makna-makna yang
tersimpan dan perpaduan kata-kata yang pas untuk puisi yang bertemakan
kepedihan cinta masa lalu ini. ‘Anganku pun bergelayut,
pada dahan gugur tak berdaun//Ah,
di mana pun kau bukakan
rangkuman masa lalu’
Amanat
yang terdapat pada puisi di atas ialah jika cinta sejati maka sakit yang
diciptakan akan sulit untuk dilupakan, bahkan sampai tidurpun penulis tidak
ingin bermimpi. Sakit hati terhadap cinta sejati memang menyakitkan, namun
harus ada niatan untuk bisa menyembuhkan luka yang telah terbentuk, guna
menjalani hidup yang kan lebih baik selanjutnya.
Puisi ke 6
Begini Aku Sekarang
Begini aku sekarang
Sendiri meratapi jiwa yang lelah
Memandang bulan kadang tertutup awan
Merenungi bintang ku hitung tiada ujung
Begini aku sekarang
Menenggelamkan mimpi menghitung hari
Menghisap penat pada dinding rumah tua
Meratap nasib yang tak kunjung datang
Begini aku sekarang
Segala yang ku punya lenyap bersama asa
Tinggal waktu menyendiri menunggu waktu
Detik, menit, jam, setiap detaknya merubah aku
Slipi, 2003
‘Begini aku sekarang’ menggambarkan keadaan seseorang.
Penulis mencoba menceritakan kehidupannya saat itu. Saat dia berada pada titik
paling bawah dalam hidupnya. Melakukan pekerjaan yang tak perlu namun hanya itu
yang bisa dia kerjakan.
Kata ‘begini aku sekarang’ yang dituliskan secara
berulang-ulang dalam setiap baitnya merupakan ungkapan jika penulis ingin
menyampaikan curahan hatinya yang merasa sudah tidak lagi mampu. Ingin dia
ungkapkan kehidupannya pada masa itu saat dia mulai putus asa. Dapat dilihat
pada bait ke tiga.
...
Begini aku
sekarang
Segala yang
ku punya lenyap bersama asa
Tinggal waktu
menyendiri menunggu waktu
Detik, menit, jam, setiap detaknya merubah aku
.....
Tema dari puisi diatas adalah curahan hati penulis yang
sedang merasa putus asa. Amanat yang terdapat pada puisi tersebut ialah, jika
setiap waktu yang berlalu yang akan berlalu ke depan merupakan sebuah misteri.
Setiap jejak langkah yang kita tempuh akan berdampak dan berpengaruh terhadap
masa depan kita sendiri. Dan waktu tak akan pernah berhenti.
C. Kesimpulan
Dari ke enam puisi yang saya apresiasi di atas, sebanyak
empat puisi yang menggunakan kata yang diulang-ulang pada tiap baitnya. Yaitu
pada puisi Bulan Padahal Satu, Antara
Semanggi-Bundaran HI, Asmara dan Tragedi Semanggi, dan Begini Aku Sekarang. Penggunaan kalimat yang diulang selain
menimbulkan keindahan kata-kata, namun juga memiliki makna tersendiri pada
puisi tersebut. Misalnya pada puisi berjudul Begini Aku Sekarang, pengulangan
kata ‘begini aku sekarang’ memiliki arti jika penulis ingin menyampaikan secara
sungguh-sungguh jika dia telah berubah seiring perkembangan zaman dan waktu.
Dari ke enam puisi yang diapresiasi tema yang diangkat
kebanyakan adalah tema tentang revolusi dan tragedi semanggi yang terjadi pada
pemerintahan orde baru, dan selebihnya adalah puisi tentang cinta dan
pertempuran batin antara penulis dengan perjalanan hidupnya.
Secara keseluruhan puisi-puisi tersebut menyimpan amanat
yang baik untuk diteladani. Pesan-pesan moral yang terdapat pada puisi-puisi
yang diapresiasi juga dapat memberikan pelajaran berharga bagi yang
membaca dengan seksama dan penuh
penghayatan.
Daftar Rujukan
Purnama, W. Ikhwan, 2003. Kumpulan Puisi W Ikhwan Purnama. Yogyakarta. Gama Media.
Bait pertama puisi tersebut menceritakan demonstrasi pada tahun 1998 itu terjadi pada pagi hari. ’Bersama pasta gigi di bawah alis matamu//Desing peluru dan perihnya gas air mata’
BalasHapusDemonstrasi pada masa itu biasanya dimulai pukul 10 sampai siang atau sore hari. Namun lambang "Pasta Gigi" bukan petunjuk bahwa demonstrasi dilaksanakan pada pagi hari.
Pasta Gigi dalam demonstrasi 1998 adalah bekal yang selalu disiapkan oleh para demonstran. Pasti Gigi berguna untuk menahan perihnya gas air mata. PASTA GIGI dioleskan disekitar mata, agar mata tidak perih. Demikian, penjelasan dari saksi mata dan demonstran 1998.