Ada yang lain lhooo

Selasa, 05 Februari 2013

APRESIASI PUISI


APRESIASI PUISI ANTOLOGI PUISI W IKHWAN PURNAMA

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Apresiasi Sastra
yang dibina oleh Dr. Maryaeni M.Pd.




Oleh:
Danang Febrianto
110211413101







UM3
 











UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS SASTRA
JURUSAN SASTRA INDONESIA
DESEMBER 2012


A.    Hakikat Apresiasi
       Secara etimologis, apresiasi berasal dari bahasa Inggris appreciaton, kata itu berarti penghargaan, penilaian, pengertian, bentuk itu berasal dari kata verja to appreciate yang berarti menghargai, menilai, mengerti. Aminudin (1987:34) mengemukakan bahwa apresiasi mengandung makna pengenalan melalui perasaan  atau kepekaan batin, dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang. Apresiasi dikembangkan dengan menumbuhkan sikap sungguh-sungguh dan melaksanakan kegiatan  apresiasi sebagai bagian hidupnya dan sebagai satu kebutuhan yang mampu memuaskan rohaniahnya
       Apresiasi dalam suatu karya mempunyai tingkatan. Waluyo (2002:45) membagi tingkatan apresiasi meliputi, (1)tingkat menggemari, (2)tingkat menikmati, (3)tingkat mereaksi, dan (4)tingkat produktif. Pada tingkat menggemari keterlibatan pembaca batinnya belum kuat. Pada tingkat menikmati, keterlibatan batin pembaca terhadap karya sastra sudah semakin mendalam. Pada tingkat mereaksi, sikap kiritis terhadap karya sastra semakin menonjol karena ia mampu menafsirkan  dengan seksama dan ia mampu menyatakan keindahan dan menunjukkan dimana letak keindahan itu. Pada tingkat produktif, apresiator puisi mampu menghasilkan, mengkritik, menghasilkan, mendeklamasikan, atau membuat resensi terhadap puisi secara tertulis.
       Untuk melakukan apresiasi khususnya apresiasi puisi, pemahaman mendalam tentang apresiasi puisi memang perlu dilakukan. Agar tidak salah dalam melakukan apresiasi puisi, konsep apresiasi perlu dipahami dengan cermat. Apresiasi puisi terkait dengan sejumlah aktivitas yang berhubungan dengan puisi. Aktivitas yang dimaksud dapat berupa kegiatan membaca dan mendengarkan pembacaan puisi melalui penghayatan sungguh-sungguh (Waluyo, 2003: 19). Apresiasi merupakan pengalaman lahiríah dan batiniah yang kompleks (Ichsan, 1990: 10). Apresiasi seseorang terhadap puisi dapat dikembangkan dari tingkat sederhana ke tingkat yang tinggi. Apresiasi tingkat pertama terjadi apabila seseorang memahami atau merasakan pengalaman yang ada dalam sebuah puisi. Apresiasi tingkat kedua terjadi apabila daya intelektual pembaca bekerja lebih giat. Apresiasi tingkat tiga, pembaca menyadari hubungan kerja sastra dengan dunia luarnya, sehingga pemahamannya pun lebih luas dan mendalam.
       Apresiasi puisi berkaitan dengan kegiatan yang ada sangkut pautnya dengan puisi, yaitu mendengar atau membaca puisi dengan penghayatan yang sungguh-sungguh, menulis puisi, dan mendeklamasikan. Kegiatan ini menyebabkan seseorang memahami puisi secara mendalam, merasakan apa yang ditulis penyair, mampu menyerap nilai-nilai yang terkandung didalam puisi, dan menghargai puisi sebagai karya sastra seni keindahan dan kelemahan.
      Kegiatan apresiasi puisi tidak dapat dilepaskan dari pemahaman struktur teks puisi. Kegiatan mengapresiasi puisi dapat dilakukan dengan memahami struktur teks yang membangun puisi. Dengan demikian, untuk mengenal, memahami, dan menghargai puisi, dapat dilakukan dengan mengenal struktur bagian puisi tersebut, baik menyangkut unsur isi maupun bentuk

1.      Pendekatan Ekspresif 
            Pendekatan ekspresif merupakan pendekatan yang menitik beratkan pada pengekspresian luapan perasaan pengarang yang dituangkan dalam karya sastra. Pendekatan ekspresif disebut juga pendekatan emotif. Pendekatan ini sangat tepat digunakan dalam pengapresiasian sastra secara reseptif. Hal ini dikarenakan pendekatan tersebut memiliki tujuan yang hampir sama yaitu menitik beratkan pada penikmatan, pemahaman serta pengkajian karya sastra. Misalnya saja ketika kita sedang membaca puisi, Selama kita membaca puisi kita secara tidak langsung melakukan proses pengkajian terhadap unsur-unsur penyusun puisi yang sedang kita baca. Setelah kita mengkaji unsur-unsur puisi tersebut, kita akan dapat memahami maksud dari puisi tersebut, Apa pesan moral yang ingin disampaikan pengarang yang terkandung dalam puisi tersebut, serta apa yang bisa kita komentari dari puisi tersebut. Kemudian dari pemahaman yang terbentuk dalam diri kita, Kita dapat menemukan titik keindahan dari puisi yang kita baca. Secara rohaniah atau kejiwaan kita akan memperoleh kepuasaan batin atau hiburan batin dari bentuk keindahan puisi yang kita dapatkan.
Perbedaan dari tiap pendekatan dapat kita tentukan dengan cara memahami tujuan atau pengertian dari masing- masing pendekatan apresiasi sastra. Untuk  pendekatan emotif, pendekatan ini lebih menekan kan pada penikmatan dalam hal mengindahkan karya sastra.

B.     Puisi yang di apresiasi dengan pendekatan ekspresif

ANTARA SEMANGGI – BUNDARAN HI
Aku melihat,
Gerak bayangmu dari balik sepatu lars
Lautan manusia menangis, asap tumpahkan pedih
Desing peluru, entah karet atau pembunuh
Percikan cahaya tak padu ke mana arah
Menyentuh langit, berpencar turun ke bumi

Aku melihat,
Kau bergerak melawan arah angin
Dari balik pagar kampus Atma Jaya
Tubuhku gemetar saksikan keberanianmu
Masuklah, istirahatkan jiwamu yang lelah
Jangan keluar lagi, berdoa saja agar segera terhenti

Aku melihat,
Seraut wajah pucat, tertunduk
Berjalan gontai lalui kawat berduri
Ingin ku hampiri, tak berdaya langkah terhenti
Antara Semanggi dan Bundaran HI
Biarlah tergores kenangan pada tugu selamat datang
Semanggi-Karet-Setiabudi. 1998

Puisi di atas bertemakan tentang tragedi demonstrasi pada tahun 1998. Yaitu saat demo tentang penguasa orde baru yang dilakukan oleh mahasiswa. Tema tersebut dapat kita ketahui dari bait pertama puisi tersebut. Dalam bait puisi tersebut dituliskan ‘Gerak bayangmu dari balik sepatu lars//Lautan manusia menangis, asap tumpahkan pedih’, yaitu banyak manusia yang berkerumun dengan pengawalan petugas dengan sepatu lars yang identik dengan polisi.

Pada bait pertama,mengekspresikan bahwa penulis melihat sosok di balik barisan penegak keamanan pada saat terjadi demonstrasi. Dia melihat banyak orang yang menangis, asap yang mengepul ke angkasa. Sebuah tembakan dari penegak keamanan yang menghamburkan massa ke segala penjuru.
Pada bait kedua, penulis merasa kagum dengan perjuangan seorang demonstran. ‘Tubuhku gemetar saksikan keberanianmu’. Dia melihat seorang demonstran itu berlari melawan ‘arah angin’. Maksud dari ‘arah angin’ ini yaitu dia terlepas dari rombongan demonstran untuk berjuang menembus barikade polisi dan kawat-kawat berduri. Berlari untuk menyampaikan aspirasi untuk segera menghentikan kekuasaan orde baru, dan berharap kekuasaan orde baru segera berakhir.

Bait ketiga merupakan puncak dari perjuangan seorang demonstran yang berlari melawan ‘arah angin’. Penulis melihat demonstran yang berjalan dengan wajah pucat dan tertunduk. ‘Seraut wajah pucat, tertunduk’ artinya perjuangan yang dia perjuangkan berakhir. Cita-cita para demonstran pada masa itu telah kalah, perjuangan aspirasi masyrakat tentang kekuasaan orde baru masih belum terselesaikan.

Amanat yang terkandung dari puisi di atas ialah, jika kekuasaan dan kekuatan militer berkuasa, masyarakat kecil tidak sanggup melawan meskipun dengan pengorbanan darah. Namun perjuangan harus tetap dilakukan demi sebuah cita-cita yang lebih baik.

Puisi 2

ASMARA DAN TRAGEDI SEMANGGI

Asmaraku tumbuh
Bersama pasta gigi di bawah alis matamu
Desing peluru dan perihnya gas air mata
Lari kau dalam kerumunan tiarapku
Terpesona aku memandangi peluhmu

Asmaraku tumbuh
Bersama bom molotov dan batu batu berterbangan
Ribuan manusia saling menghujat tak henti
Di mana kau, ketika tentara memukuli anak bangsa?
Takutku datang, kau hilang tak terpandang

Asmaraku tumbuh
Menerobos barikade mencari bayangmu
Cahaya rembulan muncul perlahan
Revolusi lenyapkan jejakmu di gelap malam
Lelahku bersandar pada tameng yang garang

Asmaraku tumbuh
Di mana kau, saat Bendungan Hilir diam damai
Gerimis sepi saksikan kesendirianku
Itu bukan mimpi aku rindu padamu
Oh asmara... ku tunggu kau di bawah jembatan Semanggi
Semanggi, 1998

Melihat dari tahun dan setelah membaca judul serta isi puisi di atas, tema yang terdapat di dalamnya adalah upaya revolusi orde baru. Dari ke empat bait yang terdapat pada puisi tersebut berceritakan tentang demonstrasi. Desing peluru dan perihnya gas air mata//Lari kau dalam kerumunan tiarapku seperti larik puisi ini, yang menggambarkan suasana demonstrasi pada masa itu.

Asmara pada puisi di atas diibaratkan dengan harapan perjuangan cita-cita revolusi yang akan dicapai. Yaitu, mereka masih berharap untuk bisa melakukan revolusi pemerintahan orde baru yang telah berkuasa terlalu lama.
Bait pertama puisi tersebut menceritakan demonstrasi pada tahun 1998 itu terjadi pada pagi hari. Bersama pasta gigi di bawah alis matamu//Desing peluru dan perihnya gas air mata
Bait kedua menceritakan tentang saat terjadi demonstrasi, dimana batu-batu berternbangan. Menggambarkan suasana yang menegangkan. Namun ada yang disesalkan oleh penulis, yaitu saat anak bangsa dengan sekuat perjuangannya ingin menyampaikan aspirasi dan dipukuli oleh penegak keamanan, penguasa sebagai pemimpin negara dan saat itu dipilih oleh rakyat tidak berusaha melindungi rakyat yang telah memilihnya melaksanakan amanat rakyat.’ Di mana kau, ketika tentara memukuli anak bangsa?//Takutku datang, kau hilang tak terpandang

Bait ketiga dan keempat dalam puisi Asmara dan Semanggi bercerita tentang akhir dari perjuangan demonstrasi pada hari itu, dimana penulis masih merindukan sosok yang bisa mengayomi rakyatnya, dan dia berharap keputusan tentang revolusi itu akan segera terjadi saat dia masih bertahan dibawah jembatan Semanggi. Oh asmara... ku tunggu kau di bawah jembatan Semanggi

Amanat yang bisa diambil dari puisi tersebut adalah penguasa tak selamanya bisa berkuasa, mereka yang dipilih oleh rakyat harus bisa menjaga dan melindungi serta mendengar aspirasi, jika hal itu untuk kebaikan. Dan itulah yang dirindukan pada masa itu, atau mungkin juga sampai saat ini.

Puisi 3

BULAN PADAHAL SATU

Bulan padahal satu
Sorot matanya saksikan setiap gerak
Menyebarkan sinar ke sudut-sudut kota di bumi
Silaunya masuk ke dalam jiwa, perih, pedih mengiris
Lingkaran aurora mengitar melindungi dari awan kelam

Bulan padahal satu
Yogyakarta tenggelam berganti rintihan gerimis
Jakarta bulat, menyala Januari purnama
Semarang sabit, seperti arit gembala pembantai rumput
Kuta, Denpasar, Sanur, aku tak tahu seusai bom

Bulan padahal satu
Seringkali dijadikan saksi remaja tersentuh asmara
Di pinggir-pinggir danau, di sela-sela pepohonan
Menerobos, menghujam, menyentuh jantung berdetak
Bulan itu satu, menggantung tak bertiang
Slipi, 2003

Puisi berjudul Bulan Padahal Satu ini bertemakan kepedihan tentang tragedi bom Bali pada tahun 2003 silam. ‘Kuta, Denpasar, Sanur, aku tak tahu seusai bom’. Pada baris ini, penulis menggambarkan cerita saat kota-kota besar di Bali di bom.
Selain itu, pada bait pertama, kedua, dan ketiga selalu ada kata-kata ‘bulan padahal satu’. yaitu mengibaratkan tentang sesuatu yang menjadi acuan, petunjuk, maha tahu. Pada bait pertama ‘bulan’ diibaratkan sebagai sang penguasa yang memiliki seluruh dunia. Yang mampu melihat seisi kota di dunia. Pada bait kedua, kata ‘bulan’ mempunyai arti penunjuk waktu. Yaitu bulan yang ada pada tahun yang menunjukkan terjadinya bom bali pada waktu itu, pada waktu malam hari. Selanjutnya pada bait ketiga, ‘bulan’ merupakan bulan yang ada dilangit, dan merupakan makna yang sebenarnya.
Amanat yang dapat diambil dari puisi tersebut ialah kepedihan di sebuah tempat akan sama dirasakan walaupun berada pada tempat yang berbeda. Karena kita semua berada pada satu tempat yang sama, yaitu dunia. Dan dunia yang kita huni bersama ini memiliki bulan. Yaitu, benda yang selalu hadir meskipun tak terlihat namun dia ada, sebagai penunjuk dan petunjuk.

Puisi ke 4

PERJALANAN MALAM
Kita bersama saat malam mulai menakutkan
Ribuan manusia berlari mencari perlindungan
Ke mana kita, sementara serdadu mengamuk membabi-buta
Hancurkan segala bentuk demokrasi dan reformasi
Aku menangis, Jakartaku lelah tak berbentuk

Siapa di antara kita yang mampu
Meredam segala amarah terpendam
Para petinggi negara atau badut-badut kota?
Aku merenung sejenak, menatap aspal penuh jejak darah
Kotoran moral berserakan di mana-mana
Aku menangis, Jakartaku porak poranda

Bulan tenggelam, matahari terbit setengah hati
Selesai sudah perjalanan malam kita
Banyak luka sisa pertikaian hadapi terali jaman
Lanjutkan langkah jangan terhenti
Aku menangis bahagia, usai sudah penguasa Orba

Cendana-Salemba, 2000

Perjalanan malam, puisi ini menceritakan tentang tragedi Salemba pada masa reformasi orde baru. Dimana Jakarta telah luluh lantah oleh aksi para demonstran dan penegak kemanan. Dengan berbagai korban yang berjatuhan akibat peristiwa itu. Sedangkan para petinggi yang seharusnya tidak membiarkan ini terjadi malah diam dan tak berbuat apa-apa. Atau bahkan menghilang dan bersembunyi. Atau acuh tak acuh.

Pada bait terakhir puisi di atas, menceritakan tentang saat para demonstran telah berhasil mewujudkan cita-cita mereka bersama. Yaitu melengserkan penguasa orde baru. ‘Aku menangis bahagia, usai sudah penguasa Orba’.

Puisi di atas merupakan sebuah kritik sekaligus cerita dan berita pada masa reformasi 1998. Saat penguasa orde baru sudah tidak lagi menciptakan suasana yang harmonis. Namun, segala bentuk huru-hara harusnya tidak lagi terjadi di masa sekarang. Karena korban akan terus berjatuhan. Oleh karena itu, penguasa harusnya lebih bisa memahami dan mendengar aspirasi masyrakat yang telah memilih mereka menjadi wakil dan pemimpin.

Puisi ke 5

TENGAH MALAM DI PINGGIR SENDANG*

Mencari sepijar kunang, mencium wangi kemuning
Lewat bait keheningan, satu luka coba kusembuhkan
Semilir angin mengiris, menyentuh tulang berselimut kelam
Ranting kecil patah, lemas terkulai jatuh ke tanah
Sekelebat bayanganmu masuk menyergap pikiranku

Mengadu pada rembulan, mengeluh selalu mengenang
Ruh menerawang, mencari jejak setiap rangkaian kisah
Sedepa demi sedepa, air menyisir menuju pesisir keruh berlumpur
Anganku pun bergelayut, pada dahan gugur tak berdaun
Ah, di mana pun kau bukakan rangkuman masa lalu

Tengah malam di pinggir Sendang Rawa kompeni
Sama seperti tengah malam di tempat lainnya
Tak pernah berbeda, semua menyayat sembilu
Karena separuh nafasmu, selalu sertai ke mana langkahku pergi
Aku letih, ingin tertidur lupakan mimpi

Tangerang, 2002
*Danau

Puisi di atas merupakan puisi tentang cinta. Dari keseluruhan puisi menceritakan tentang pengalaman penulis tentang cintanya kepada orang lain pada masa lalu yang masih membekas di hati. ‘Lewat bait keheningan, satu luka coba kusembuhkan’ maksud dari baris tersebut yang terdapat pada bait pertama menceritakan jika penulis ingin menyembuhkan luka yang telah dialaminya semasa lalu dengan orang  yang dia cintai. Dipelukan dingin malam yang menembus tulang, penulis menuliskan puisi ini dan kembali dia teringat oleh sosok yang dia cintai.

Penggunaan kata-kata yang memang penuh makna ini membuat puisi  ini berbobot. Rangkaian makna-makna yang tersimpan dan perpaduan kata-kata yang pas untuk puisi yang bertemakan kepedihan cinta masa lalu ini. ‘Anganku pun bergelayut, pada dahan gugur tak berdaun//Ah, di mana pun kau bukakan rangkuman masa lalu

Amanat yang terdapat pada puisi di atas ialah jika cinta sejati maka sakit yang diciptakan akan sulit untuk dilupakan, bahkan sampai tidurpun penulis tidak ingin bermimpi. Sakit hati terhadap cinta sejati memang menyakitkan, namun harus ada niatan untuk bisa menyembuhkan luka yang telah terbentuk, guna menjalani hidup yang kan lebih baik selanjutnya.


Puisi ke 6

Begini Aku Sekarang

Begini aku sekarang
Sendiri meratapi jiwa yang lelah
Memandang bulan kadang tertutup awan
Merenungi bintang ku hitung tiada ujung

Begini aku sekarang
Menenggelamkan mimpi menghitung hari
Menghisap penat pada dinding rumah tua
Meratap nasib yang tak kunjung datang

Begini aku sekarang
Segala yang ku punya lenyap bersama asa
Tinggal waktu menyendiri menunggu waktu
Detik, menit, jam, setiap detaknya merubah aku
Slipi, 2003

‘Begini aku sekarang’ menggambarkan keadaan seseorang. Penulis mencoba menceritakan kehidupannya saat itu. Saat dia berada pada titik paling bawah dalam hidupnya. Melakukan pekerjaan yang tak perlu namun hanya itu yang bisa dia kerjakan.
Kata ‘begini aku sekarang’ yang dituliskan secara berulang-ulang dalam setiap baitnya merupakan ungkapan jika penulis ingin menyampaikan curahan hatinya yang merasa sudah tidak lagi mampu. Ingin dia ungkapkan kehidupannya pada masa itu saat dia mulai putus asa. Dapat dilihat pada bait ke tiga.
...
Begini aku sekarang
Segala yang ku punya lenyap bersama asa
Tinggal waktu menyendiri menunggu waktu
Detik, menit, jam, setiap detaknya merubah aku
.....

Tema dari puisi diatas adalah curahan hati penulis yang sedang merasa putus asa. Amanat yang terdapat pada puisi tersebut ialah, jika setiap waktu yang berlalu yang akan berlalu ke depan merupakan sebuah misteri. Setiap jejak langkah yang kita tempuh akan berdampak dan berpengaruh terhadap masa depan kita sendiri. Dan waktu tak akan pernah berhenti.


C.    Kesimpulan

Dari ke enam puisi yang saya apresiasi di atas, sebanyak empat puisi yang menggunakan kata yang diulang-ulang pada tiap baitnya. Yaitu pada puisi Bulan Padahal Satu, Antara Semanggi-Bundaran HI, Asmara dan Tragedi Semanggi, dan Begini Aku Sekarang. Penggunaan kalimat yang diulang selain menimbulkan keindahan kata-kata, namun juga memiliki makna tersendiri pada puisi tersebut. Misalnya pada puisi berjudul Begini Aku Sekarang, pengulangan kata ‘begini aku sekarang’ memiliki arti jika penulis ingin menyampaikan secara sungguh-sungguh jika dia telah berubah seiring perkembangan zaman dan waktu.
Dari ke enam puisi yang diapresiasi tema yang diangkat kebanyakan adalah tema tentang revolusi dan tragedi semanggi yang terjadi pada pemerintahan orde baru, dan selebihnya adalah puisi tentang cinta dan pertempuran batin antara penulis dengan perjalanan hidupnya.
Secara keseluruhan puisi-puisi tersebut menyimpan amanat yang baik untuk diteladani. Pesan-pesan moral yang terdapat pada puisi-puisi yang diapresiasi juga dapat memberikan pelajaran berharga bagi yang membaca  dengan seksama dan penuh penghayatan.




Daftar Rujukan
Purnama, W. Ikhwan, 2003. Kumpulan Puisi W Ikhwan Purnama. Yogyakarta. Gama Media.

1 komentar:

  1. Bait pertama puisi tersebut menceritakan demonstrasi pada tahun 1998 itu terjadi pada pagi hari. ’Bersama pasta gigi di bawah alis matamu//Desing peluru dan perihnya gas air mata’

    Demonstrasi pada masa itu biasanya dimulai pukul 10 sampai siang atau sore hari. Namun lambang "Pasta Gigi" bukan petunjuk bahwa demonstrasi dilaksanakan pada pagi hari.

    Pasta Gigi dalam demonstrasi 1998 adalah bekal yang selalu disiapkan oleh para demonstran. Pasti Gigi berguna untuk menahan perihnya gas air mata. PASTA GIGI dioleskan disekitar mata, agar mata tidak perih. Demikian, penjelasan dari saksi mata dan demonstran 1998.

    BalasHapus