Ada yang lain lhooo

Selasa, 05 Februari 2013

APRESIASI PROSA FIKSI 2


Budaya Kerja Keras Anak Belitong dalam Novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata
A.    Latar belakang
Budaya bekerja keras merupakan kegiatan yang selalu ada dalam kehidupan setiap manusia. Kerja keras tidak selamanya dilakukan berdasarkan gender. Kerja keras dilakukan oleh segenap manusia baik muda, tua, anak-anak, orang dewasa baik laki-laki maupun perempuan. Kerja keras menjadi sebuah kebudayaan karena kegiatan itu dilakukan secara terus-menerus dan turun temurun diwariskan oleh nenek moyang kita. Sudah sepantasnya kerja keras menjadi bagian dari kisah dan perjalanan hidup setiap manusia.
Menurut Panuti Sudjiman (1991;51) menyatakan jika tema adalah gagasan yang mendasari karya sastra. Tema itu kadang-kadang didukung oleh pelukisan latar, di dalam karya yang lain tersirat dalam lakuan tokoh, atau di dalam penokohan. Tema bahkan dapat menjadi faktor yang mengikat peristiwa-peristiwa di dalam satu alur. Ada kalanya gagasan itu begitu dominan sehingga menjadi kekuatan yang mempersatukan berbagai unsur yang bersama-sama membangun karya sastra, dan menjadi motif tindakan tokoh.
Menurut pendapat di atas dapat dikatakan jika yang mendasari tingkah laku, konflik dan lain sebagainya dalam sebuah karya sastra adalah tema. Tema merupakan pesan dan gagasan dari seorang penulis karya sastra untuk disampaikan kepada orang lain. Tema juga bisa mengangkat budaya dan kebiasaan pada suatu daerah tertentu. Seperti dalam kutipan di atas, tema terkadang bisa didukung oleh pelukisan latar.
Berdasarkan paparan dan penjelasan di atas, dalam makalah ini akan dibahas tentang tema sekaligus penggambaran gagasan penulis lewat karya sastranya yang menggambarkan kebudayaan dan kebiasaan tokoh utama. Karena kita tidak akan bisa mengingat semua kejadian yang ada di dalam cerita fiksi. Namun, kita masih bisa menangkap dan mengingat pesan dan kesan yang disampaikan secara tersirat di dalam cerita fikis. Yaitu penggambaran budaya kerja keras anak Belitong dalam Novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata.
B.     Pembahasan
Dalam novel karya Andrea Hirata yang berjudul Sang Pemimpi memiliki kisah tentang perjuangan anak-anak manusia di daerah pedesaan di Sumatra tepatnya di Belitong. Kehidupan mereka yang serba pas-pasan bahkan kekurangan tak membuat mereka putus asa. Khususnya dalam hal ini tentang penndidikan. Bagaimana cara mereka dalam mewujudkan mimpi-mimpi tersebut patut untuk diteladani. Dari mulai perjuangan pada saat sd di sekolah yang hanya memiliki tiga ruang kelas itu, kini tiga murid Belitong dari SD Muhammadiyah melanjutkan ke sma dengan perjuangan yang sangat berat guna melanjutkan cita-cita mereka untuk melihat dunia.
Dimulai dari perjalanan mereka—Arai, Ikal, dan Jimbron—dalam usahanya melanjutkan sekolah menengah atas. Hal ini dikarenakan di kampung mereka tidak ada sma, sehingga mereka merantau ke Magai.
“Aku, Arai, dan Jimbron, memilih sebuah pekerjaan yang sangat bergengsi sebagai tukang pikul ikan di dermaga. Profesi ini sangat elite ittu disebut kuli ngambat. Kami  dengan sengaja memilih profesi itu karena memungkinkan untuk dikerjakan sambil sekolah.”(narasi Sang Pemimpi hal 56)
“Sebelum menjadi kuli ngambat, kami pernah punya pekerjaan lain yang juga memungkinkan untuk tetap sekolah, yaitu sebagai penyelam di padang golf. Tentu susah dipahami kalau kampung kami yang miskin sempat punya beberapa padang golf. Tentu aneh di padang golf ada pekerjaan menyelam.” (narasi Sang Pemimpi hal 57.)
Dari penggalan cerita tersebut sudah ada bagaimana budaya kerja keras itu ada di dalam setiap diri manusia. Hal itu dilakukan jika dia mempunyai keinginan yang kuat dan ingin mewujudkannya. Mereka rela bekerja keras demi bisa membayar uang sekolah mereka sendiri.
“Setiap minggu pagi, Jimbron menghambur ke pabrik cincau. Dengan senang hati, dia menjadi relawan membantu Laksmi. Tanpa diminta, dia mencuci kaleng-kaleng mentega Palmboom, wadah cincau jika isinya telah kosong. Dia ikut pula menjemur daun-daun cincau.” (narasi Sang Pemimpi hal 69)
Selain bekerja sebagai kuli ngambat, tiga anak kampung ini juga bekerja dengan berbagai macam pekerjaan. Mereka bekerja keras dengan tujuan mereka bisa membiayai hidup mereka sendiri.
“Sesampainya di kamar kontrakan, aku kehabisan nafas. Aku melihat ke luar jendela. Nun di sana, di Semenanjung Ayah, aku merinding melihat Arai, Jimbron, dan aku, berpakaian compang-camping, memikul karung kweni.” (monolog Sang Pemimpi hal 132)
“…hanyalah muslihat untuk menipu  tubuh yang lelah agar tegar bangun pukul dua pagi setiap hari untuk memikul ikan, untuk menyambung hidup. Jika seluruh cita-cita itu disaring, yang tersisa hanyalah tiga orang anak muda Melayu yang menggadaikan seluruh kesenangan masa muda pada kehidupan dermaga yang keras, tanpa pilihan dan belas kasihan.” (monolog Sang Pemimpi hal. 134)
“hari-hari berikutnya, setiap kali Jimbron merima upah dari nahkoda kapal ikan, dibaginya dua dengan rata upah itu dan dimasukkannya ke kedua celengan kudanya. Kami hanya menggeleng-gelengkan kepala.” (narasi Sang Pemimpi hal 136)
Di atas merupakan pennggalan kisah-kisah dari monolog dan narasi SP yang menggambarkan perjuangan dan kerja keras Arai, Ikal, dan Jimbron untuk kepentingan urusan pedidikan mereka. mereka rela menggadaikan masa muda mereka untuk menabung masa depan mereka. Yaitu melanjutkan kuliah di Sorbone, Prancis.
Dalam novel Sang Pemimpi, diceritakan jika Jimbron sangat suka dengan kuda. Pada waktu itu, di kampungnya bersekolah dia mendengar ada juragan kaya yang akan mendatangkan kuda. Dia memutuskan untuk menantikan kedatangannya di dermaga sampai dia rela tidak masuk sekolah. Hal ini membuat Arai merasa kasihan dan iba. Akhrinya dia memutuskan untuk sekedar membahagiakan Jimbron. Arai bekerja keras untuk misinya kali ini. Karena hanya kerja keraslah yang mampu untuk mewujudkannya setalah kemauan.
“Ada kerja borongan sebentar di Gedong, tak kan lama, bisa kerja setiap pulang sekolah. Orang staf di sana mau membayar harian. Bagus pula bayarannya.” (dialog Sang Pemimpi hal 167)
Pada saat Arai dan Ikal merantau ke Jawa untuk melanjutkan kuliahnya, kehidupan mereka yang kekurangan membuat mereka tidak punya cukup bekal untuk hidup di Jawa. Akhirnya mereka memutuskan untuk mencari pekerjaan asalkan mereka bisa bertahan hidup di Jawa kemudian baru  mereka memikirkan kuliah.
“Hari-hari berikutnya, kami mulai panik. Berbekal selembar ijasah sma, kami tak kunjung mendapat pekerjaan. Bahkan, hanya sekedar ingin menjadi penjaga toko susahnya minta ampun.” (narasi Sang Pemimpi hal. 234)
“Kami berdiri dari pagi sampai malam di depan mesin fotokopi yang panas. Sinarnya yang menyilaukan menusuk mata, membiaskan pengetahuan botani, fisiologi tumbuhan, genetika, statistika, dan matematika ke muka kami...” (monolog Sang Pemimpi hal. 226)
Kerja keras bukan hanya untuk mewujudkan cita-cita dalam hal pendidikan saja. Namun, dalam novel sang pemimpi, diceritakan pula kesungguhan dan kerja keras untuk mewujudkan cinta. Arai yang sejak masuk sma sudah menaksir seorang anak perempuan yang bernama Zakia Nurmala. Namun, cinta Arai tak pernah diterima oleh Zakia Nurmala. Hal intu tidak membuat Arai patah semangat, bahkan dia tetap berjuang demi cintanya.
“Nurmala adalah tembok yang kukuh,” kilahnya kepadaku diplomatis.
“Usahaku ibarat melempar lumpur ke tembok,” sambungnya optimis.
“Kau sangka tembok itu akan roboh dengan lemparan lumpur?” tanyanya retoris.
“Tak akan! Lumpur itu akan membekas di sana, apa pun kulakukan, walaupun ditolaknya mentah-mentah akan membekas di hati,” kesimpulan filosofis (dialog Sang pemimpi hal. 163)
“Sungguh, aku penasarang ingin tahu. Kusampaikan kepada bang Zaitun maksud kunjungan kami dan terang-terangan menanyakan kiatnya berjaya dalam asmara. Bang Zaitun menatap Arai dengan haru.” (monolog Sang Pemimpi hal. 177)
Kedua monolog dan dialog di atas merupakan kisah cinta Arai serta usahanya dalam urusan cinta. Dia tidak pernah berhenti untuk mengejar cintanya hingga dia berguru ke Bang Zaitun yang merupakan tokoh inspirasinya dalam urusan penaklukan cinta.
Selain Arai, seorang Jimbron yang sangat suka dengan kuda juga melakukan hal yang berhubungan dengan usaha dalam soal cinta. Yaitu, dia mencoba menghibur Laksmi seorang penjual cincau di pasar yang ditaksirnya dengan cara mencoba membuat Laksmi tersenyum, meskipun usahanya sampai Pangeran—nama kuda—yang dipinjam Arai dibawa Jimbron menuju tempat kerja Laksmi.
“Pangeran mendaratkan lagi kakinya, berdebam menggetarkan tiang-tiang pabrik cincau disambut suitan dan tepuk tangan gagap gempita para penonton. Laksmi terkesima, lalu samar-samar dia tersenyum. Dia memandangi Jimbron, dan makin lama, senyumnya makin lebar. Orang-orang terhenyak menunggu senyum Laksmi, setelah segala daya upaya dikerahkan agar Laksmi tersenyum dan selalu gagal, pagi itu, untuk pertama kalinya, mereka melihat Laksmi terseyum. Ya, Laksmi tersenyum! Dan senyumnya itu manis sekali.” (Narasi Sang Pemimpi hal. 191)

C.    Penutup
Kesimpulan
Cerita yang terdiri dari 28 mozaik tentang kisah perjuangan tiga anak Belitong yang bekerja keras demi mewujudkan cita-cita dan cinta mereka pada dunia pendidikan, dunia Zakia Nurmala, Laksmi, serta Pangeran putih yang gagah. Dimana perjuangan yang tidak ada putusnya akan berdampak positif terhadap diri sendiri dan orang lain di sekitar kita. Kerja keras yang menjadi kebiasaan serta budaya ini memang patut untuk dilestarikan dan diwariskan secara turun temurun kepada anak cucu. Karena di mana ada kemauan dan cita-cita maka satu hal yang dapat mewujudkannya adalah dengan cara bekerja keras. Seperti pada akhir cerita Sang Pemimpi, Arai dan Ikal yang notabene anak dari keluarga yang tidak mampu, berhasil lolos ujian masuk UI, lulus dengan nilai camlaude dan melanjutkan kuliah dengan beasiswa di Universitas Sorbone Prancis.
Dari novel ini, kita bisa mendapatkan hikmah dan amanat yang sangat penting untuk kehidupan kita. Karena poin penting yang ditonjolkan oleh Andrea Hirata ialah tentang kerja keras dan perjuangan tanpa kenal menyerah meskipun banyak hal yang terkadang kita menganggapnya sulit. Namun, bagi mereka anak-anak Belitong, hal itu merupakan motivasi. Itulah poin penting dan amanat yang patut untuk diteladani.


Daftar Rujukan
Sudjiman, Panuti. 1991. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta
Hirata, A. 2009. Sang Pemimpi. Yogyakarta. PT Bentang Pustaka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar